sumber gambar: boombastis |
Awal Oktober 2021, Indonesia sempat dihebohkan dengan isu penamaan salah satu jalan di Jakarta dengan nama jalan Mustafa Kemal Ataturk . Apa pasal, karena tidak sedikit dari tokoh-tokoh Muslim Indonesia tidak setuju karena penamaan tersebut dianggap mencederai hati kalangan umat Islam. Rencana penamaan jalan Mustafa Kemal Ataturk merupakan balas budi Indonesia kepada Turki yang telah menjadikan Soekarno sebagai salah satu nama jalan di negara perbatasan Asia Eropa tersebut.
Jika analoginya, kesetaraan
antara Soekarno dan Mustafa Kemal Ataturk, sebagai bapak bangsa diakui tetapi sebagai tokoh Islam menjadi perdebatan. Keduanya
sama-sama sebagai pejuang yang merebut negaranya dari bangsa penjajah, merupakan founder dari masing-masing negara. Kemal Ataturk berhasil mengusir
penjajah dan mendirikan Turki Modern dan Soekarno berhasil memproklamirkan Kemerdekaan
Indonesia, berjuang dan mempertaruhkan nyawanya untuk segenap bangsa Indonesia.
Tidak diragukan bahwa posisi Ataturk
sebagai bapak bangsa, dia adalah pelopor Turki Modern, semua orang tidak meragukan,
setiap tanggal tertentu juga semua bangsa Turki memperingati peninggalan bapak
Turki tersebut. Foto-foto Mustafa Kemal Ataturk terpasang di mana-mana
sebagaimana halnya Bapak Presiden Soekarno yang menjadi kebanggan bangsa
Indonesia. Foto-fotonya terpampang di setiap sudut rumah-rumah warga Indonesia.
Sampai di sini semua orang bisa memahami dan mengakui, begitu juga ummat Islam, toh juga untuk apa dipermasalahkan, tidak ada untung atau ruginya.
Tapi saat namanya ramai diperbicangkan karena akan diterapkan menjadi nama jalan di Indonesia, menjadi tidak setara dengan Bapak Proklamator Indonesia. Walaupun pada satu buku, Soekarno pernah mengkritik Islam (budaya/ muslin)
dengan Islam Sontoloyo, tapi itu merupakan bentuk kecintaannya terhadap Islam. Bentuk kecintaan Soekarno terhadap Islam ditunjukkan dengan mendirikan Masjid terbesar dan termegah di Asia Tenggara pada saat itu, yaitu Masjid Istiqlal. Bahkan
Soekarno yang meletakkan batu pertama pembangunan Masjid tersebut.
Pada masa Soekarno juga, tidak
terjadi pelarangan penggunaan Jilbab atau pelarangan mendirikan mushola atau masjid
seperti halnya terjadi pada masa orde baru, saat salah satu menterinya melarang
untuk anak sekolah mengenakan Jilbab, bahkan saya masih ingat, saat sekolah
dulu, perempuan berjilbab jika menggunakan kerudung harus dibuka dulu sebelum ambil
foto untuk ijazah.
Pengkhianatan
Pada masa Mustafa Kemal Ataturk terjadi pelarangan penggunaan Jilbab, bahkan Masjid Hagia Shopia diubah fungsinya dari Masjid pada masa Turki Ottoman menjadi Museum. Bagi umat Islam dengan solidaritas Pan-Islamismenya, Islam itu satu di seluruh dunia, walaupun dipisahkan oleh administrasi negara, apa yang dilakukan Mustafa Kemal Ataturk merupakan bentuk sekularisme dan pengkhiananan terhadap Islam.
Menjadikan Turki
Islam menjadi Turki Western yang dipahami saat itu sebagai bentuk modernisasi.
Modernisasi yang equal dengan westernisasi. Karena pada awal-awal terjadinya
modernisasi, segala sesuatu harus selalu sama dengan
modernisasi yang terjadi di Barat. Sehingga modernisasi itu sama dengan
Westernisasi. Masyarakat Islam memahaminya, itulah yang terjadi di Turki saat itu. Padahal sebelumnya, Turki dibanggakan oleh Ummat Islam seluruh dunia karena menjadi representasi kekhalifahan yang masih ada di era modern.
Terlepas dari kontribusinya
Mustafa Kemal Ataturk terhadap ilmu pengetahuan atau terhadap perkembangan bangsa
Muslim di Turki. Namun, bentuk westernisasi yang dilakukan oleh Mustafa Kemal
Ataturk dianggap sebagai bentuk pengkhiatannya terhadap Islam. Berkhianat
terhadap Islam di Turki berarti berkhiatan terhadap Islam di seluruh Dunia.
Muslim Indonesia yang menjadi bagian
dari muslim dunia selalu peka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
Muslim di Dunia; terhadap Muslim Palestina misalnya. Sampai saat ini, Indonesia
tidak membuka hubungan diplomatic dengan Israel karena persoalan tersebut. Alih
alih membuka hubungan dengan Israel, Indonesia justeru banyak membantu warga Palestina;
mendirikan rumah sakit, masjid, bahkan bantuan setiap periodenya selalu
diarahkan ke Palestina. Belum lagi warga Indonesia yang menjadi aktivis di
Palestina demi membantu warga Palestina.
Oleh karena itu, saat ada rencana
memberikan nama jalan di Jakarta dengan nama jalan Mustafa Kemal Ataturk,
tokoh-tokoh Islam di Indonesia khususnya di Jakarta menolak rencana tersebut
karena akan menyakiti perasaan umat Islam yang menjadi mayoritas.
Mustafa Kemal Ataturk dan
Soekarno sama-sama sebagai founder pada bangsanya masing-masing, pengakuannya
juga hampir sama, tapi tidak dalam persoalan pengakuan berperasaan terhadap
ke-Islaman.***[]